
Garut,Medliabas.com – Pernyataan mengejutkan datang dari Bupati Garut, Syakur Amin, terkait status pajak galian C (pasir dan batuan) yang ia sebut sebagai kewenangan pemerintah provinsi, bukan milik kabupaten/kota. Pernyataan tersebut sontak menuai reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari organisasi pengawasan lingkungan dan kebijakan publik, Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS).
LIBAS menilai ucapan tersebut bukan sekadar salah kaprah, tetapi juga mengindikasikan minimnya pemahaman kepala daerah terhadap dasar hukum keuangan negara, khususnya dalam konteks pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ketua LIBAS, Tedi Sutardi, bahkan menyebut bahwa pernyataan Bupati Garut tersebut merupakan bentuk kegagalan dalam memahami mandat konstitusionalnya sebagai pemimpin daerah.
“Pernyataan bahwa pajak galian C adalah milik provinsi itu salah besar. Ini bukan hanya soal salah bicara, tapi sudah masuk kategori gagal paham terhadap peran dan fungsi pemerintah kabupaten dalam sistem desentralisasi fiskal,” ujar Tedi dalam konferensi pers di Garut, Senin malam. (16/06/2025).
Dasar Hukum Sudah Jelas: Pajak Galian C Milik Kabupaten/Kota
LIBAS menyebut bahwa dasar hukum mengenai pajak galian C sangat terang dan tidak menyisakan ruang tafsir yang ambigu. Hal ini ditegaskan dalam beberapa regulasi utama:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:
Pasal 2 ayat (1) huruf g menyatakan bahwa pajak mineral bukan logam dan batuan (termasuk galian C) merupakan kewenangan kabupaten/kota.
Pasal 6 ayat (4) menegaskan bahwa pajak tersebut dipungut oleh kabupaten/kota dan merupakan bagian dari sumber utama PAD.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah:
Pasal 11 ayat (1) kembali mempertegas bahwa pajak mineral bukan logam dan batuan termasuk dalam kategori pajak daerah tingkat kabupaten/kota.
Namun, Bupati Syakur dalam pernyataannya justru menyamakan pajak galian C dengan Dana Bagi Hasil (DBH) sumber daya alam, yang memang menjadi kewenangan provinsi. Kesalahan pemahaman ini dianggap fatal, karena secara struktur, DBH dan pajak daerah adalah dua entitas yang sangat berbeda baik dari aspek hukum, teknis pelaksanaan, maupun tujuannya.
Tiga Pertanyaan Kritis untuk Bupati Syakur
Melihat kekeliruan tersebut, LIBAS secara terbuka melontarkan tiga pertanyaan penting yang harus dijawab oleh Bupati Garut:
Apa dasar hukum yang digunakan untuk menyatakan bahwa pajak galian C adalah milik provinsi?
Jika pernyataan ini lahir dari ketidaktahuan, maka sangat mengkhawatirkan. Namun jika ini disengaja, maka patut dicurigai adanya motif tersembunyi.
Mengapa potensi pajak dari sektor galian C tidak dioptimalkan sebagai sumber PAD? Garut memiliki potensi besar dari sektor tambang mineral bukan logam.
Ketidakseriusan dalam mengelola potensi ini menunjukkan lemahnya perhatian kepala daerah terhadap kemandirian fiskal.
Apakah pernyataan tersebut dibuat untuk mengalihkan isu lemahnya tata kelola keuangan daerah? Jika iya, ini merupakan bentuk disinformasi dan pengkhianatan terhadap amanah masyarakat.
Dampak Buruk: Bukan Hanya Soal Ucapan, Tapi Juga Nasib Penerimaan Daerah
Menurut LIBAS, pernyataan keliru dari Bupati Garut tidak bisa dianggap remeh karena dampaknya sangat besar. Ketidaktepatan dalam memahami dan menerapkan regulasi perpajakan daerah berpotensi:
Mengurangi potensi penerimaan daerah secara signifikan.
Melemahkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai program pembangunan dan pelayanan publik.
Menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kompetensi pemimpinnya.
Memberi celah bagi pihak-pihak tertentu untuk bermain dalam sektor galian dengan pengawasan longgar.
LIBAS Desak Klarifikasi dan Tindakan Serius
Menyikapi kegaduhan yang terjadi, LIBAS menyampaikan tiga tuntutan tegas kepada Bupati Garut:
Segera memberikan klarifikasi resmi secara terbuka kepada publik, terutama terkait kesalahannya menyebut kewenangan pajak galian C.
Melakukan koreksi kebijakan dan memperkuat pengawasan terhadap sektor pertambangan mineral bukan logam dan batuan, agar potensi PAD bisa dimaksimalkan.
Bertanggung jawab secara moral dan administratif di hadapan hukum serta rakyat Garut, jika ternyata pernyataan tersebut disengaja untuk membentuk opini menyesatkan.
“Kami mendesak agar Bupati tidak hanya diam. Ini bukan soal harga diri pejabat, tapi soal kepercayaan publik dan masa depan ekonomi Garut,” tegas Tedi.
Akar Masalah: Tata Kelola atau Ketidaktahuan?
Isu pajak galian C sebenarnya telah menjadi perhatian lama bagi masyarakat Garut, terutama dalam kaitannya dengan transparansi dan kontribusinya terhadap pembangunan daerah. LIBAS menilai, polemik kali ini harus menjadi titik balik untuk mengevaluasi menyeluruh bagaimana tata kelola sektor galian dijalankan oleh pemerintah kabupaten.
Jika dibiarkan, ketidakjelasan ini bukan hanya membahayakan keuangan daerah, tetapi juga membuka ruang praktik-praktik abu-abu di lapangan.
Menjaga Marwah Kepemimpinan
Ketika seorang kepala daerah menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka itu menjadi alarm serius. Tidak cukup hanya dengan mengelak atau menyalahkan pihak lain, Bupati Garut harus berani mengakui kesalahan, bertanggung jawab, dan menunjukkan komitmen membenahi tata kelola daerah.
LIBAS menegaskan, pihaknya akan terus mengawal persoalan ini dan siap membawa ke jalur hukum apabila tidak ada tindak lanjut konkret dari pihak pemerintah daerah.
“Kami tidak ingin Garut terus dirugikan karena kelalaian atau ketidaktahuan pemimpinnya. Rakyat berhak tahu, dan pejabat wajib jujur,” tutup Tedi. (A1)