
Garut, Medialibas.com, – Hibiscus tiliaceus, atau yang lebih dikenal sebagai pohon waru, bukan hanya sekadar tanaman peneduh yang tumbuh di pinggir jalan atau tepi sungai. Ia adalah simbol dari hubungan harmonis antara manusia dan alam. Dalam konteks keberlanjutan lingkungan dan nilai-nilai Islam, pohon waru memiliki banyak fungsi yang tak ternilai. (25/6/2025)
1. Peneduh dan Penyejuk Alam
Dengan daunnya yang lebat dan lebar, pohon waru memberikan keteduhan alami. Di tengah pemanasan global dan maraknya penebangan liar, pohon seperti waru menjadi oasis di tengah panas perkotaan maupun pedesaan. Ia memberi kenyamanan, bukan hanya bagi manusia, tapi juga bagi makhluk hidup lainnya seperti burung dan serangga penyerbuk.
2. Pelindung Alami dari Abrasi
Pohon waru sering ditanam di sepanjang bantaran sungai atau garis pantai. Akar-akarnya yang kuat dan merambat membantu mencegah erosi tanah dan abrasi akibat aliran air yang deras atau gelombang laut. Dalam jangka panjang, keberadaan waru di tepi sungai juga mendukung kestabilan ekosistem riparian (tepi perairan).
3. Obat Tradisional yang Mengakar dalam Kearifan Lokal
Daun, bunga, dan kulit batang pohon waru digunakan secara turun-temurun sebagai obat alami. Dalam pengobatan tradisional:
- Daunnya digunakan untuk mengatasi demam dan membalut luka.
- Kulit batangnya dapat direbus untuk meredakan batuk atau radang tenggorokan.
- Bunganya sering dijadikan ramuan peluruh dahak.
Penggunaan herbal seperti ini sangat dekat dengan konsep thibbun nabawi (pengobatan dalam tradisi Nabi), meskipun pohon waru tidak disebut secara eksplisit dalam hadits atau Al-Qur’an.
4. Penjaga Kualitas Lingkungan
Pohon waru berkontribusi dalam menjaga kualitas air dan udara. Daunnya menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen, sementara sistem perakarannya membantu menyaring air tanah dan menjaga kebersihan aliran sungai dari sedimentasi berlebih.
5. Penyerap Karbon, Penyeimbang Iklim
Seperti pohon lainnya, waru menyerap karbon dari atmosfer, menjadikannya bagian penting dari solusi krisis iklim. Menanam pohon waru bisa dianggap sebagai amal jariyah—amal yang terus mengalir manfaatnya selama pohon itu hidup dan bermanfaat.
Nilai Islam dalam Pelestarian Pohon Waru
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi kelestarian alam. Meski pohon waru tidak disebut secara khusus dalam Al-Qur’an atau hadits, prinsip-prinsip Islam sangat mendukung pelestarian dan pemanfaatan tanaman yang memberi manfaat.
1. Manusia sebagai Khalifah
Dalam surah Al-Baqarah ayat 30, Allah menyebut manusia sebagai khalifah di muka bumi. Ini bukan sekadar jabatan, melainkan tanggung jawab. Menanam dan merawat pohon seperti waru adalah bentuk tanggung jawab ekologis seorang Muslim.
2. Memberi Manfaat adalah Kebaikan
Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Pohon waru, dengan manfaatnya sebagai pelindung lingkungan dan sumber pengobatan, jelas membawa maslahat. Menjaganya adalah bagian dari nilai kebaikan dalam Islam.
3. Pelestarian sebagai Bentuk Ibadah
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Jika terjadi hari kiamat dan di tangan salah satu dari kalian ada bibit tanaman, maka tanamlah.” (HR. Ahmad)
Pesan ini menunjukkan betapa pentingnya menanam pohon, bahkan dalam kondisi akhir zaman. Menanam pohon waru atau tanaman lain yang bermanfaat dapat dilihat sebagai ibadah yang membawa pahala.
Penutup: Waru sebagai Teladan Ekologis dan Spiritualitas
Pohon waru tidak hanya indah dan berguna, tapi juga menyampaikan pesan ekologis dan spiritual. Ia mengingatkan manusia akan pentingnya menjaga bumi, menghargai alam, dan mengupayakan keseimbangan. Di tengah krisis lingkungan dan degradasi moral, nilai-nilai seperti ini perlu terus dihidupkan—dari akar, batang, hingga daun yang rindang.
Menanam dan merawat pohon waru, sejatinya, adalah menanam harapan bagi masa depan bumi yang lebih hijau dan sesuai dengan ajaran Islam. (Ted)