
GARUT, Medialibas.com Air adalah hak dasar rakyat, namun kini hak itu kian dipertaruhkan. Dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Garut menjadi ancaman nyata bagi ketersediaan air bersih dan kelangsungan hidup masyarakat di masa depan.
Pelayanan yang seharusnya berlandaskan pada prinsip keadilan, transparansi, dan keberlanjutan, justru dipenuhi dengan praktik tidak adil. PUPR Garut disebut-sebut lebih mengutamakan kepentingan kelompok tertentu dan proyek-proyek yang beraroma rente, dibanding memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
“Air bukan sekadar kebutuhan, melainkan hak asasi. Bila hak ini dikuasai oleh segelintir elit karena permainan proyek, maka bencana sosial akan lahir di tengah rakyat,” ujar salah satu aktivis lingkungan Garut.
Fenomena ini menunjukkan adanya penyimpangan tata kelola. Mulai dari pembagian jaringan air bersih yang timpang, proyek infrastruktur yang tidak sesuai kebutuhan lapangan, hingga dugaan pengadaan sarana-prasarana yang penuh mark-up. Akibatnya, masyarakat kecil di pelosok masih kesulitan mengakses air bersih, sementara pihak tertentu menikmati keuntungan besar.
Jika praktik KKN ini dibiarkan, maka dampak jangka panjangnya sangat berbahaya:
Krisis air bersih yang makin parah di pedesaan.
Ketidakadilan sosial karena hanya sebagian kalangan yang mendapat akses layak.
Potensi konflik horizontal antarwarga akibat perebutan sumber daya air.
Degradasi lingkungan karena pembangunan tidak sesuai daya dukung wilayah.
Padahal, menurut UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (yang kemudian diperkuat kembali dengan UU No. 17 Tahun 2019), negara wajib menjamin hak rakyat atas air, bukan menyerahkannya kepada kepentingan bisnis atau kelompok tertentu.
Masyarakat mendesak agar aparat penegak hukum segera turun tangan, memeriksa kinerja PUPR Garut, serta menindak tegas bila terbukti ada praktik KKN dalam pengelolaan proyek air bersih maupun infrastruktur pendukungnya.
“Kalau air sudah diperdagangkan dengan cara kotor, maka itu bukan lagi pembangunan, tapi penghianatan terhadap rakyat,” tegas aktivis yang menolak disebutkan namanya. (Red)