
Tasikmalaya,Medialibas.com – Rehabilitasi atap Kantor Desa Ciandum, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, menjadi potret nyata tarik-ulur prioritas pembangunan di tingkat desa. Bangunan yang menjadi pusat pelayanan warga ini sudah lama rusak parah, namun tak kunjung tersentuh bantuan pemerintah.
Kepala Desa Ciandum, Romlan, akhirnya terpaksa menggunakan Pendapatan Asli Desa (PADes) senilai Rp50 juta untuk memperbaiki atap agar pelayanan masyarakat tidak lumpuh total.
“Kalau menunggu bantuan provinsi, bisa terlalu lama. Padahal, ini soal keselamatan perangkat desa dan masyarakat. Kami tidak bisa menunda,” tegas Romlan, Kamis (28/08/2025).
Anggaran Banprov Digeser, Kantor Desa Terabaikan
Awalnya, Romlan berharap rehabilitasi bisa dibiayai dari Bantuan Provinsi (Banprov). Namun tahun ini, Banprov dialihkan untuk pembangunan infrastruktur lingkungan masyarakat, sesuai arahan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulayadi atau KDM Bapa Aing.
Kebijakan ini memang sejalan dengan program pembangunan berbasis kebutuhan warga. Tetapi ironisnya, kantor desa yang menjadi pusat pelayanan justru diabaikan.
“Banprov diprioritaskan ke infrastruktur warga. Artinya, kebutuhan kantor desa harus disiasati sendiri. Padahal kantor desa itu jantung pelayanan publik,” ujar Romlan.
Pelayanan Terganggu, Warga Jadi Korban
Kerusakan atap kantor membuat pelayanan publik di Desa Ciandum sempat kacau. Genting bocor, kayu lapuk, bahkan pelayanan terpaksa dipindahkan ke aula agar dokumen tidak rusak akibat rembesan air hujan.
“Kadang warga yang datang untuk mengurus surat jadi menunggu lebih lama. Kondisi ini jelas mengganggu,” tambah Romlan.
Situasi tersebut menunjukkan kontradiksi: pemerintah menuntut desa untuk meningkatkan kualitas pelayanan, tetapi fasilitas kantor dibiarkan rapuh.
Pertaruhan Keselamatan
Lebih dari sekadar kenyamanan, rehab ini adalah soal keselamatan. Jika kerusakan dibiarkan, risiko atap roboh bisa menelan korban.
“Bisa saja warga yang datang mengurus dokumen tertimpa material bangunan. Itu sebabnya kami percepat rehab pakai PADes,” tegas Romlan.
Transparansi Bukan Masalah, Prioritas yang Dipertanyakan
Romlan memastikan penggunaan PADes dilakukan transparan, tercatat resmi, dan terbuka untuk diawasi publik. Namun yang patut ditanyakan: mengapa desa harus menanggung sendiri kerusakan fasilitas yang seharusnya masuk prioritas pemerintah daerah?
Sejumlah tokoh masyarakat menilai, kebijakan alokasi anggaran terlalu berat sebelah. “Infrastruktur memang penting, tapi jangan abaikan kantor desa. Kalau pelayanan publik terganggu, yang dirugikan tetap masyarakat,” kata salah seorang warga Ciandum yang enggan disebut namanya.
Kritik untuk Pemerintah
Kasus di Ciandum ini menjadi cermin lebih luas: banyak kantor desa di Jawa Barat dengan kondisi memprihatinkan, tetapi tak tersentuh program perbaikan. Pemerintah provinsi maupun kabupaten seolah lebih sibuk pada proyek fisik di lapangan, sementara fasilitas pelayanan publik di desa tak kunjung menjadi prioritas.
“Semestinya ada keseimbangan. Infrastruktur jalan memang vital, tapi kantor desa itu tempat rakyat pertama kali berhubungan dengan pemerintah. Jika rusak, yang hancur bukan hanya bangunan, tapi juga kepercayaan warga,” ujar seorang pemerhati kebijakan publik di Tasikmalaya.
Rehabilitasi atap Kantor Desa Ciandum bisa selesai berkat inisiatif desa sendiri. Namun kasus ini mengingatkan publik akan pertanyaan mendasar: apakah pemerintah benar-benar menempatkan pelayanan masyarakat sebagai prioritas, atau justru sibuk mengejar proyek pembangunan yang lebih terlihat di mata politik? (Saepuloh)