
Garut,Medialibas.com – Aktivitas galian C ilegal di Kabupaten Garut, Jawa Barat kian merajalela. Di tengah lajunya pembangunan infrastruktur, ancaman terhadap keseimbangan ekologis dan kehidupan masyarakat terus membesar.
Sementara, Wartawan senior Riki Rustiana melontarkan kritik tajam, menyebut bahwa pemerintah seolah-olah “menghukum mati” tata kelola lingkungan hidup dengan membiarkan praktik pertambangan ilegal berlangsung tanpa kendali.
“Jika ini dibiarkan terus, maka bukan hanya lingkungan yang hancur. Pemerintah secara tidak langsung telah melakukan ‘hukuman mati’ terhadap masa depan Garut,” ujar Riki Rustiana saat diwawancarai di kawasan Tarogong, Garut, Jum’at (20/6/2025).
Galian C Ilegal: Seperti Hidup di Negeri Tanpa Hukum
Menurut Riki, banyak titik aktivitas tambang batu dan pasir golongan C yang beroperasi tanpa izin resmi. Ironisnya, alih-alih ditindak, praktik tersebut justru dibiarkan seperti menjadi bagian dari aktivitas “normal” di lapangan. Bahkan sejumlah truk angkutan tambang melintasi jalan desa tanpa memperdulikan dampak debu, suara bising, dan kerusakan infrastruktur.
“Ini bukan lagi sekadar pelanggaran administratif. Ini kejahatan lingkungan yang seharusnya ditindak tegas oleh aparat dan pemerintah daerah. Tapi faktanya, seolah tutup mata semua,” ujar Riki.
Pembangunan vs Ekologi: Dilema Klasik yang Tak Pernah Selesai
Di satu sisi, kebutuhan akan material tambang untuk pembangunan terus meningkat dari pembangunan perumahan, jalan, jembatan hingga proyek strategis nasional. Namun di sisi lain, proses pengambilan material yang tidak ramah lingkungan justru menggerogoti daya dukung tanah, air, dan udara di Garut.
“Laju pembangunan yang tidak disertai kontrol terhadap sumber daya alam ibarat pisau bermata dua. Membangun fisik, tapi merobohkan ekosistem,” ungkap Riki.
Dampaknya pun sudah mulai terasa. Sejumlah wilayah di Garut mulai mengalami penurunan kualitas air tanah, sedimentasi sungai, dan gangguan pada sistem irigasi pertanian.
Warga Merana, Pemerintah Tak Bersuara
Keluhan warga dari berbagai kecamatan seperti Leles, Cibatu, Limbangan hingga Cikajang terus mengalir. Jalanan yang rusak parah, udara penuh debu, dan suara bising truk tambang menjadi menu harian yang harus ditelan masyarakat.
Namun hingga kini, tak ada langkah konkret yang dilakukan untuk menghentikan operasi tambang liar tersebut.
“Pemerintah Daerah seperti kehilangan kendali. Bahkan kadang diam seperti sudah berdamai dengan pelaku usaha tambang,” sindir Riki.
Ia juga menuding bahwa praktik ini tidak lepas dari permainan oknum-oknum tertentu yang mengambil keuntungan pribadi. Dalam sejumlah kasus, disebutkan bahwa tambang ilegal tetap bisa beroperasi karena adanya pembiaran dari pihak-pihak terkait.
Desakan Penertiban dan Evaluasi Total
Riki Rustiana meminta Pemprov Jawa Barat dan instansi teknis seperti Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup, hingga aparat penegak hukum untuk melakukan evaluasi total terhadap semua titik galian di Garut, baik yang berizin maupun ilegal.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi pembangunan yang rakus dan membabi buta akan membawa bencana. Garut ini tanahnya subur, airnya melimpah, tapi itu semua bisa hilang jika pemerintah terus abai,” tegasnya.
Di sisi lain, dia juga mendorong peran DPRD Kabupaten Garut agar lebih progresif dalam melakukan fungsi pengawasan, bukan hanya menerima laporan, tapi juga menindaklanjuti pengaduan masyarakat dengan aksi nyata di lapangan.
Tantangan: Menyelamatkan Masa Depan Garut
Dalam pandangan Riki, Garut berada di persimpangan jalan: antara menjadi daerah penyangga lingkungan dan pertanian berkelanjutan atau berubah menjadi zona eksploitasi mineral tak terkendali. Jika tidak ada langkah korektif dan kebijakan tegas dari pemerintah, maka ancaman ekologis hanya tinggal menunggu waktu.
“Pemerintah harus ingat, lingkungan yang rusak tidak bisa dibangun kembali hanya dengan proyek APBD. Alam bukan benda mati yang bisa dibentuk ulang seenaknya,” tutupnya. (A1)