
Cimahi,Medialibas.com – Satu per satu borok pelayanan publik di Kota Cimahi kembali tersingkap. Kali ini, RSUD Cibabat menjadi sorotan tajam setelah kasus meninggalnya seorang pasien bernama Ustadz Tatang Jajuli, warga Cigugur Tengah, Cimahi Tengah, diduga akibat kelalaian dan fasilitas medis yang tidak berfungsi.
Peristiwa ini terjadi pada 14 Agustus 2025, hanya dua hari jelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Alih-alih merdeka dari penderitaan, keluarga korban justru harus menelan kenyataan pahit: pasien meregang nyawa karena alat rontgen rusak dan tindakan medis yang tak segera dilakukan.
Sementara pada hari ini, (16/08/2025). Kemarahan publik kemudian disalurkan lewat sebuah surat terbuka dari Anton Sugianto, keluarga pasien, yang ditujukan langsung kepada Wali Kota Cimahi, Direktur RS Cibabat, dan Dewan Pengawas. Surat itu kini menjadi dokumen publik yang mengguncang nurani warga Cimahi.
Surat Keras untuk Para Penguasa
Dalam suratnya, Anton menuliskan sederet pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan retorika manis. Pertanyaan itu menohok langsung jantung persoalan:
Apakah RS Cibabat memang tempat warga diuji kesabarannya hingga kehilangan nyawa?
Mengapa alat rontgen rusak tanpa ada rencana darurat, seolah anggaran perawatan hanya hiasan di APBD?
Apa fungsi Dewan Pengawas jika hanya hadir untuk tanda tangan honor, tapi lenyap saat rakyat membutuhkan?
Apakah Wali Kota lebih sibuk membela citra ketimbang menyelamatkan rakyatnya?
Kalau korban adalah keluarga pejabat, akankah diperlakukan sama?
Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan kekecewaan publik terhadap manajemen RS Cibabat yang dinilai gagal total.
Tuntutan yang Menggema
Anton tak hanya bertanya. Ia sekaligus melayangkan tuntutan tegas:
Turunkan Direktur RS Cibabat.
Ganti total manajemen rumah sakit.
Evaluasi dan bersihkan Dewan Pengawas yang dianggap hanya menjadi beban anggaran.
Segera perbaiki fasilitas medis, bukan dengan janji, melainkan aksi nyata.
“Anggaran RS Cibabat berasal dari uang rakyat. Nyawa rakyat bukan barang percobaan. Setiap pembiaran yang mematikan adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah jabatan,” tulis Anton.
Kritik Mengarah ke Pemkot Cimahi
Sorotan publik kini tak lagi berhenti di pintu RS Cibabat. Warga mulai menuding Pemerintah Kota Cimahi sebagai pihak yang turut bertanggung jawab. Wali Kota dianggap terlalu pasif, bahkan abai, dalam mengawasi pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak dasar masyarakat.
“Kalau ini keluarga pejabat, pasti sudah ada tindakan cepat. Tapi karena rakyat kecil, dianggap wajar kalau meninggal tanpa penanganan memadai,” kata seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Kekecewaan ini menegaskan bahwa sistem kesehatan di Cimahi masih terjebak dalam lingkaran birokrasi lamban, fasilitas rapuh, dan kepemimpinan yang tidak berani mengambil keputusan strategis.
Ironi di Tengah Peringatan Kemerdekaan
Kasus RS Cibabat muncul di saat bangsa memperingati 80 tahun kemerdekaan. Ironi ini mencolok: rakyat yang katanya sudah merdeka, tetapi masih dipaksa berjuang melawan buruknya pelayanan kesehatan.
Di media sosial, banyak warga menilai kasus ini sebagai alarm keras.
Jika nyawa bisa melayang hanya karena mesin rusak, bagaimana nasib pasien lain yang membutuhkan perawatan darurat?
Menunggu Langkah Nyata
Kini bola panas ada di tangan Wali Kota Cimahi. Diam berarti menyetujui pembiaran. Bergerak berarti berani mengambil risiko politik dengan mencopot pejabat-pejabat yang gagal.
Publik tidak lagi butuh kata-kata manis atau jumpa pers pencitraan. Yang ditunggu adalah tindakan konkret: perombakan manajemen RS Cibabat, audit anggaran, dan jaminan bahwa fasilitas medis vital tidak boleh lagi rusak saat rakyat membutuhkan.
Kasus RSUD Cibabat bukan hanya soal kematian seorang pasien. Ini adalah cermin kegagalan tata kelola pelayanan kesehatan di daerah.
Di sisi lain,surat terbuka Anton Sugianto telah membuka luka lama: rakyat Cimahi terlalu sering diperlakukan sebagai angka, bukan manusia.
Kini publik menanti: apakah pemerintah berani memperbaiki, atau sekali lagi memilih jalan aman dengan membiarkan nyawa rakyat jadi korban dari sistem yang bobrok? (Wapimred)