![]()

Garut, Medialibas. Com,–– Pembongkaran SMP Yayasan Baitul Hikmah di Tarogong, Kabupaten Garut, untuk kepentingan pembangunan minimarket menuai kecaman keras. Tedi Sutardi, alumni sekolah tersebut, menyebut peristiwa ini sebagai tamparan keras bagi dunia pendidikan sekaligus potret telanjang kegagalan negara dalam menjaga amanat konstitusi. (21Desember 2025)
“Ini bukan sekadar pembongkaran bangunan, ini adalah pembongkaran akal sehat dan nurani bangsa. Ketika sekolah dihancurkan demi minimarket, maka yang sedang diruntuhkan sesungguhnya adalah masa depan anak-anak Indonesia,” kata Tedi dengan nada geram.
Tedi menegaskan, tindakan tersebut bertentangan langsung dengan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan. Ia menilai, pembiaran atas alih fungsi sekolah menjadi bangunan komersial adalah bentuk nyata pengkhianatan terhadap konstitusi.
Lebih jauh, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menjamin keberlangsungan satuan pendidikan. Namun dalam kasus Tarogong, kewajiban itu dinilai runtuh di hadapan kepentingan modal.
“Negara kalah oleh etalase dan rak dagangan. Pemerintah daerah seolah menutup mata saat ruang belajar digusur dan diganti papan reklame,” tegasnya.
Dari perspektif perlindungan anak, Tedi menilai kejadian ini sebagai pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mewajibkan negara dan pemerintah daerah menjamin hak anak atas pendidikan. Menurutnya, membiarkan sekolah dibongkar sama artinya dengan merampas hak dasar anak secara sistematis.
Tak hanya itu, ia juga menyinggung Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menempatkan pendidikan sebagai urusan wajib pelayanan dasar. “Jika ini dibiarkan, maka pemerintah daerah patut dipertanyakan keberpihakannya: melayani rakyat atau melayani kepentingan bisnis?” ujarnya.
Tedi mendesak agar seluruh proses perizinan pembangunan minimarket tersebut dibuka ke publik. Ia menuntut audit menyeluruh terhadap aspek tata ruang, perizinan bangunan, dan kepatuhan terhadap regulasi pendidikan. Bila ditemukan pelanggaran, ia meminta aparat penegak hukum tidak ragu menindak pihak-pihak yang terlibat.
“Jangan biarkan Garut dikenang sebagai daerah yang lebih menghormati minimarket ketimbang sekolah. Jika pendidikan saja bisa dikorbankan, maka jangan heran bila kebodohan dan ketimpangan terus diwariskan,” pungkasnya.
Pembongkaran sekolah ini memicu kemarahan dan kekecewaan luas di kalangan masyarakat serta alumni. Mereka menyerukan perlawanan moral dan hukum agar ruang pendidikan tidak terus digilas oleh logika keuntungan semata. (Red)
