
Garut, medialibas.com — Ketua Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), Tedi Sutardi, kembali menyuarakan keprihatinannya mengenai pengelolaan bonus produksi panas bumi yang dikenakan pada Star Energy Geothermal Darajat. Bonus produksi panas bumi ini merupakan kewajiban keuangan yang harus dipenuhi oleh pengusaha panas bumi kepada pemerintah daerah penghasil panas bumi sebagai bentuk kontribusi atas keberhasilan produksi listrik dari sumber panas bumi.
Menurut Tedi, bonus produksi ini tidak semata-mata adalah kewajiban fiskal, melainkan juga merupakan sumber pendanaan yang sangat penting untuk mendukung pembangunan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi operasi panas bumi. “Bonus produksi panas bumi bukan sekadar angka di anggaran daerah, tapi harapan masyarakat agar energi terbarukan ini benar-benar membawa manfaat nyata, terutama bagi warga yang selama ini tinggal di sekitar wilayah operasi,” kata Tedi saat ditemui di Garut, senin (02/06/2025).
Tedi menegaskan, bonus produksi panas bumi adalah kewajiban keuangan yang harus dipenuhi oleh berbagai pihak yang terlibat dalam pengusahaan panas bumi, mulai dari pemegang Izin Panas Bumi, kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, hingga kontraktor operasi bersama. Dana yang diperoleh dari bonus produksi ini secara resmi disetorkan ke Kas Daerah, dan seharusnya digunakan untuk berbagai program pembangunan yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
“Dana bonus produksi ini harus dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan desa, kantor desa, rehabilitasi pasar, pemberdayaan ekonomi berbasis potensi lokal seperti agrowisata, serta program peningkatan kesehatan dan pendidikan yang sangat dibutuhkan masyarakat,” jelasnya.
Namun, Tedi mengungkapkan kekhawatirannya terkait transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana bonus produksi panas bumi tersebut. Ia mempertanyakan sejauh mana dana yang disetorkan oleh Star Energy Geothermal Darajat dan Star Energy Geothermal Darajat II benar-benar dikelola dengan baik dan tepat sasaran oleh pemerintah daerah Garut.
“Apakah bonus produksi yang dibayarkan oleh perusahaan benar-benar masuk ke kas daerah dan digunakan secara efektif untuk masyarakat? Atau hanya menjadi anggaran rutin pemerintah daerah tanpa ada laporan yang jelas dan manfaat langsung ke warga sekitar? Ini yang harus dijelaskan secara terbuka kepada publik,” tegas Tedi.
Star Energy Geothermal Darajat dan anak perusahaannya, Star Energy Geothermal Darajat II, merupakan salah satu pengusaha panas bumi terbesar yang beroperasi di sekitar Garut, Jawa Barat. Perusahaan ini memasok uap panas bumi dan listrik ke Pembangkit Listrik Negara (PLN) serta jaringan listrik interkoneksi Jawa-Madura-Bali. Dengan peran strategis tersebut, perusahaan tidak hanya diharapkan menjadi penyedia energi, namun juga berkontribusi nyata dalam pembangunan daerah melalui berbagai program tanggung jawab sosial dan bonus produksi.
Tedi mengingatkan pentingnya sinergi antara perusahaan, pemerintah daerah, dan masyarakat agar dana bonus produksi panas bumi benar-benar membawa perubahan positif. “Kami berharap pemerintah daerah lebih terbuka dalam mengelola dan melaporkan penggunaan dana bonus ini, serta melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan agar tidak ada penyelewengan,” ujarnya.
Menurut Tedi, pengelolaan bonus produksi panas bumi yang transparan dan akuntabel dapat menjadi contoh bagi daerah lain yang memiliki potensi panas bumi serupa. Selain itu, hal ini juga bisa memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap energi terbarukan sebagai sumber listrik masa depan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
“Kami dari LIBAS siap menjadi mitra pengawasan dan mendukung upaya pemerintah daerah serta perusahaan agar program bonus produksi ini dapat berjalan sesuai aturan dan membawa manfaat maksimal bagi masyarakat,” pungkas Tedi.(AA)