
Garut, Medialibas.com – Kegembiraan berubah duka. Tiga warga Garut dinyatakan meninggal dunia dalam acara syukuran pernikahan mewah yang digelar oleh Wakil Bupati Garut bersama putra Gubernur Jawa Barat, bertajuk “Pesta Rakyat”. Ironisnya, justru rakyat kecil yang menjadi korban.
Acara yang mengundang ribuan warga ini dilaporkan berlangsung tanpa kendali penuh atas aspek keselamatan publik, manajemen risiko, dan tanggung jawab penyelenggaraan. Dugaan kelalaian dalam pelaksanaan acara telah memakan korban jiwa, sesuatu yang tidak bisa hanya diselesaikan dengan belasungkawa, tetapi harus diusut melalui jalur hukum.
Pernyataan Ketua LIBAS: Tedi Sutardi
“Tiga nyawa rakyat bukan statistik. Itu adalah nyawa manusia yang dilindungi konstitusi. Tidak ada yang kebal hukum. Bahkan jika acara ini melibatkan pejabat tinggi, penegakan hukum harus tetap berlaku. Bila tidak, maka ini adalah bentuk pembiaran oleh negara terhadap hilangnya hak hidup warga,” tegas Tedi Sutardi, Ketua Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), dalam konferensi pers di Garut, Kamis (18/7/2025).
Ia menekankan bahwa tragedi ini berpotensi melanggar berbagai pasal hukum pidana dan administrasi negara, antara lain:
Landasan Hukum yang Dilanggar:
- Pasal 359 KUHP “Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Kelalaian dalam mengatur keramaian publik yang menyebabkan hilangnya nyawa jelas masuk dalam kategori ini. - Pasal 360 KUHP ayat (1) dan (2) (1) Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mendapat luka berat, dipidana paling lama lima tahun.
(2) Jika menyebabkan luka ringan, dipidana paling lama sembilan bulan.
Jika ada korban lain selain yang meninggal, pasal ini juga berlaku. - UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Pasal 6: “Penanggung jawab kegiatan wajib menjaga ketertiban umum dan keamanan umum.” - UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 67 huruf b: “Kepala daerah dan wakil kepala daerah wajib menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Jika penyelenggara acara adalah pejabat, maka tanggung jawab hukum tidak bisa dihindari. - Pasal 28A UUD 1945 “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Konstitusi menjamin hak hidup setiap warga. Bila negara membiarkan kelalaian pejabat, maka negara turut abai terhadap hak konstitusional warganya.
Tuntutan LIBAS dan Masyarakat Sipil:
- Pemeriksaan hukum menyeluruh terhadap proses perizinan, pengamanan, dan tanggung jawab pelaksanaan acara.
- Penetapan tersangka atas pihak yang lalai dan bertanggung jawab langsung terhadap peristiwa ini.
- Transparansi proses penyelidikan dan pelibatan Komnas HAM atau lembaga independen jika perlu.
- Santunan negara dan pemda yang adil dan setimpal untuk keluarga korban, disertai permintaan maaf terbuka dari pejabat terkait.
Hukum Tidak Boleh Tumpul ke Atas
Tedi Sutardi menegaskan bahwa penegakan hukum di negara ini sering kali “tumpul ke atas dan tajam ke bawah”. Jika kejadian ini dibiarkan berlalu tanpa proses hukum yang transparan, maka ini menjadi preseden buruk: bahwa jabatan dapat menghapus jejak kesalahan.
“Keadilan adalah milik rakyat, bukan milik elit kekuasaan. Bila hukum memilih diam, maka kami yang akan bersuara!” tegasnya.
Penutup: Solidaritas untuk Korban
Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), bersama jaringan masyarakat sipil di Garut dan Jawa Barat, menyatakan solidaritas penuh untuk korban dan keluarganya. Kami tidak akan berhenti sampai kebenaran ditegakkan dan keadilan hadir untuk mereka yang telah pergi—bukan karena takdir, tapi karena kelalaian.
“Negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.” – Pembukaan UUD 1945 (AA)