
Garut, medialibas.com _ Ketua Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), Tedi Sutardi, menegaskan pentingnya penegakan regulasi secara ketat terhadap aktivitas pertambangan galian C, khususnya pasir dan bebatuan, guna menjaga keberlanjutan lingkungan dan kepastian hukum di Indonesia. Dalam keterangannya kepada media, Tedi menyebut bahwa perizinan galian C sudah diatur secara jelas dalam berbagai regulasi, namun pengawasan di lapangan masih menjadi tantangan besar.(02/06/2025)
“Perlu kita tegaskan bahwa izin galian C tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta PP Nomor 23 Tahun 2010, sudah memberikan kerangka hukum yang cukup lengkap. Masalahnya ada pada implementasi dan pengawasannya,” ujar Tedi Sutardi.
Menurutnya, aktivitas penambangan pasir dan batu yang tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) dan izin lingkungan merupakan pelanggaran serius yang berdampak langsung terhadap kerusakan lingkungan, konflik sosial, serta potensi kehilangan pendapatan negara.
Prosedur Perizinan yang Ketat
Tedi menjelaskan bahwa untuk mendapatkan izin galian C, pelaku usaha harus memenuhi dua izin utama, yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Lingkungan. Kedua izin tersebut mensyaratkan pemenuhan kelayakan teknis serta kelengkapan dokumen seperti Rencana Kerja Pertambangan (RKP) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“AMDAL bukan sekadar formalitas. Itu adalah alat untuk mengukur apakah sebuah kegiatan tambang akan merusak lingkungan atau tidak. Sayangnya, masih banyak praktik di lapangan yang mengabaikan hal ini,” tambahnya.
Pentingnya Pengawasan dan Penindakan Tegas
Dalam konteks pengawasan, Tedi menilai peran pemerintah daerah dan pusat harus ditingkatkan, terutama dalam melakukan inspeksi dan menindak pelanggaran. Ia menyebut bahwa lemahnya pengawasan justru membuka celah bagi praktek tambang ilegal yang marak di berbagai daerah, dari Sumatera hingga Nusa Tenggara.
“Kalau izin tidak ada, atau izinnya tidak lengkap, seharusnya langsung dihentikan. Jangan sampai ada pembiaran yang akhirnya merugikan masyarakat sekitar dan lingkungan hidup. Negara harus hadir dengan penindakan tegas dan transparan,” tegas Tedi.
Sanksi Harus Tegas dan Efektif
Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat sipil dan organisasi lingkungan harus dilibatkan dalam proses pengawasan partisipatif. Dengan kolaborasi antar pihak, menurut Tedi, pengelolaan sumber daya alam bisa berjalan dengan lebih bertanggung jawab.
Selain pengawasan, Tedi juga mendesak agar pemerintah memberlakukan sanksi yang benar-benar memberikan efek jera. “Jangan hanya sanksi administratif. Jika perlu, bawa ke ranah pidana. Penambang liar bukan hanya melanggar hukum, tapi juga mengancam masa depan generasi bangsa,” ujarnya.
Menuju Pertambangan yang Berkelanjutan
Sebagai penutup, Ketua LIBAS ini menekankan bahwa pengelolaan galian C yang baik harus mengedepankan prinsip keberlanjutan. Kegiatan tambang, kata dia, bukan semata untuk mengejar keuntungan ekonomi, tetapi juga harus menjamin keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
“Kalau kita bicara soal tambang, jangan hanya hitung tonase batu dan pasir. Kita harus hitung juga berapa banyak pohon yang hilang, sungai yang tercemar, dan anak-anak yang kehilangan masa depan karena tanahnya rusak. Itulah mengapa perizinan yang ketat dan pengawasan yang serius adalah mutlak,” pungkas Tedi Sutardi.
Dengan pernyataan ini, LIBAS berharap semua pihak—baik pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat—bisa bersama-sama menjaga bumi Indonesia dari eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.(AA)